Irritable Bowel Disease
Irritable Bowel Syndrome (IBS) adalah salah satu penyakit gastrointestinal fungsional. Pengertian Irritable Bowel Disease (IBS) sendiri adalah adanya nyeri perut, distensi dan gangguan pola defekasi tanpa gngguan organik. Gejala yang dapat muncul pada pasien IBS cukup bervariasi. Di sisi lain pemeriksaan fisik dan laboratorium yang spesifik pada pasien IBS tidak ada, oleh karena itu penegakan diagnosis IBS kadangkala tidak mudah. Kejadian dari IBS mencapai 15% dari penduduk Amerika, hal ini didasarkan pada gejala yang sesuai dengan kriteria IBS. Kejadian IBS mencapai 15% dari penduduk Amerika, hal ini didasarkan pada gejala yang sesuai dengan kriteria IBS. Kejadian IBS lebih banyak pada perempuan dan mencapai 3 kali lebih besar dari laki-laki. Kepustakaan lain menyebutkan bahwa angka prevalensi IBS bisa mencapai 3,6 - 21,8 dari jumlah penduduk dengan rata-rata 11%.
Etiologi
Sampai saat ini tidak ada teori yang menyebutkan bahwa IBS disebabkan oleh satu faktor saja. Penelitian-penelitian terakhir mengarah untuk membuat suatu model terintegrasi sebagai penyebab dari IBS. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya IBS antara lain gangguan motilitas, intoleransi makanan, abnormalitas sensoris, abnormalitas dari interaksi aksis brain-gut, hipersensitivitas viseral dan pasca infeksi usus.
Adanya IBS predominan diare dan IBS predominan konstipasi menunjukkan bahwa pada IBS terjadi suatu perubahan motilitas. Pada IBS tipe diare terjadi peningkatan kontraksi usus dan memendeknya waktu transit di kolon dan usus halus. Sedang pada IBS tipe konstipasi terjadi penurunan kontraksi usus dan memanjangnya waktu transit di kolon dan usus halus.
IBS yang terjadi pasca infeksi dilaporkan hampir pada 1/3 kasus IBS. Keluhan-keluhan IBS muncul setelah 1 bulan infeksi. Penyebab IBS pasca infeksi antara lain virus, giardia, dan amoeba. Pasien IBS pasca infeksi biasanya mempunyai gejala perut kembung, nyeri abdomen dan diare.
Kriteria Diagnosis
Diagnosis IBS sendiri didasarkan konsensus atau kesepakatan yang tervalidasi dan tidak ada pemeriksaan penunjang khusus untuk menentukan diagnosis dari IBS tersebut. Saat ini kriteria diagnosis yang digunakan adalah kriteria Rome III yang dipublikasika sejak tahun 2006. Kriteria ini didasarkan pada adanya keluhan berupa rasa tidak nyaman atau nyeri yang telah berlangsung sedikitnya selama 3 hari /bulan selama 3 bulan pertama dan telah berlangsung dalam 3 bulan terakhir dan tidak bisa dijelaskan oleh adanya abnormalitas secara kelainan struktur maupun biokimiawi.
Nyeri atau rasa tidak nyaman pada abdomen yang dirasakan oleh pasien dengan IBS biasanya selalu membawa pasien tersebut untuk mencarikan pertolongan dan tentunya hal ini akan mengurangi kualitas hidup dari pasien itu sendiri dan cenderung menjadi tidak produktif. Diare juga gejala utama IBS yang selalu membawa pasien untuk datang ke dokter, keluhan diare ini tentunya tidak menyenangkan. Keluhan konstipasi yang juga menjadi keluhan utama pasien IBS tipe konstipasi biasanya disertai oleh kembung serta rasa nyaman di ulu hati.
Setelah melakukan anamnesis yang lengkap dan mencocokkan dengan kriteria yang ada dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium meliputi darah perifer lengkap, biokimia darah serta pemeriksaan fungsi hati dan pemeriksaan hormon tiroid pada pasien dengan gejala diare kronisnya yang menonjol. Diagnosis IBS ditegakkan jika keluhan sesuai kriteria Rome III tidak ditemukan kelainan organik lain. Sebagian besar kasus yang telah memenuhi kriteria Rome III tanpa gejala alarm seperti yang disebutkan di atas biasanya tidak ditemukan kelainan struktural. Pada pasien IBS dengan dominasi keluhan diare pemeriksaan kolonoskopi diikuti biopsi mukosa kolon perlu dilakukan untuk menyingkirkan adanya kolitis mikroskopik.
Selain kriteria Rome III, secara praktis sering juga digunakan kriteria Manning yang lebih sederhana dan menitik beratkan pada keadaan onset nyeri antara lain adanya buang air besar yang cair dan peningkatan frekuensi buang air besar saat timbulnya nyeri. Dari masing-masing gejala yang terdapat pada kriteria Manning sebenarnya mempunyai interpretasi masing-masing. Adanya feses cair disertai frekuensi defekasi yang meningkat pada saat nyeri menginterpretasikan bahwa terjadi perubahan fungsi intestinal. Sedang adanya nyeri yang berkurang setelah defekasi menunjukkan bahwa nyeri berasal dari gastrointestinal bawah. Adanya kembung menunjukkan bahwa kondisi sakit ini agaknya bukan kelainan organik. Adanya rasa tidak lampias menginterpretasikan bahwa rektum irritable. Sedang adanya lendir pada saat defekasi menunjukkan bahwa rektum teriritasi.
Differential Diagnosis
Nyeri atau rasa tidak nyaman pada abdomen yang dirasakan oleh pasien dengan IBS biasanya selalu membawa pasien tersebut untuk mencarikan pertolongan dan tentunya hal ini akan mengurangi kualitas hidup dari pasien itu sendiri dan cenderung menjadi tidak produktif. Diare juga gejala utama IBS yang selalu membawa pasien untuk datang ke dokter, keluhan diare ini tentunya tidak menyenangkan. Keluhan konstipasi yang juga menjadi keluhan utama pasien IBS tipe konstipasi biasanya disertai oleh kembung serta rasa nyaman di ulu hati.
Setelah melakukan anamnesis yang lengkap dan mencocokkan dengan kriteria yang ada dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium meliputi darah perifer lengkap, biokimia darah serta pemeriksaan fungsi hati dan pemeriksaan hormon tiroid pada pasien dengan gejala diare kronisnya yang menonjol. Diagnosis IBS ditegakkan jika keluhan sesuai kriteria Rome III tidak ditemukan kelainan organik lain. Sebagian besar kasus yang telah memenuhi kriteria Rome III tanpa gejala alarm seperti yang disebutkan di atas biasanya tidak ditemukan kelainan struktural. Pada pasien IBS dengan dominasi keluhan diare pemeriksaan kolonoskopi diikuti biopsi mukosa kolon perlu dilakukan untuk menyingkirkan adanya kolitis mikroskopik.
Selain kriteria Rome III, secara praktis sering juga digunakan kriteria Manning yang lebih sederhana dan menitik beratkan pada keadaan onset nyeri antara lain adanya buang air besar yang cair dan peningkatan frekuensi buang air besar saat timbulnya nyeri. Dari masing-masing gejala yang terdapat pada kriteria Manning sebenarnya mempunyai interpretasi masing-masing. Adanya feses cair disertai frekuensi defekasi yang meningkat pada saat nyeri menginterpretasikan bahwa terjadi perubahan fungsi intestinal. Sedang adanya nyeri yang berkurang setelah defekasi menunjukkan bahwa nyeri berasal dari gastrointestinal bawah. Adanya kembung menunjukkan bahwa kondisi sakit ini agaknya bukan kelainan organik. Adanya rasa tidak lampias menginterpretasikan bahwa rektum irritable. Sedang adanya lendir pada saat defekasi menunjukkan bahwa rektum teriritasi.
Differential Diagnosis
Beberapa penyakit harus dipikirkan sebagai differential diagnosis dari IBS karena penyakit-penyakit ini juga mempunyai gejala yang lebih kurang sama seperti IBS. Beberapa pertanyaan yang sering ditanyakan untuk mencari penyebab nyeri perut dan dihubungkan dengan kemungkinan IBS sebagai penyebab.
Pada IBS diare sering dideferensial diagnosis dengan defisiensi laktase. Kelainan lain yang juga harus difikirkan adalah kanker kolorektal, divertikulitis, inflammatory bowel disease (IBD), obstruksi mekanik pada usus halus atau kolon, iskemia dan malabsorpsi serta endometriosis pada pasien yang mengalami nyeri saat menstruasi.
Ada beberapa tanda alarm yang harus diperhatikan sehingga diagnosis lebih menjurus ke arah suatu penyakit organik dari pada IBS yaitu antara lain onset umur lebih besar dari 55 tahun, riwayat keluhan pertama kali kurang dari 6 bulan, perjalanan penyakitnya progresif atau sangat berat, gejala-gejala timbul pada malam hari, perdarahan per anus, anoreksia, berat badan turun, riwayat keluarga menderita kanker, pada pemeriksaan fisik ditemukan kelainan misal adanya distensi abdomen, anemia atau demam. Apabila tanda-tanda alarm ini ditemukan selain gejala-gejala IBS maka penyebab organik harus dipikirkan terlebih dahulu sehingga pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang lain harus segera dilakukan.
TataLaksana
Penatalaksanaan pasien dengan IBS meliputi modifikasi diet, intervensi psikologi dan farmakoterapi. Ketiga bentuk pengobatan ini harus berjalan bersamaan. Dalam memberikan obat-obatan harus selalu diingat bahwa obat-obatan mempunyai efek samping dan yang juga akan memperburuk kondisi psikis pasien.
Diet. Modifikasi diet terutama untuk peningkatan konsumsi serat ditujukan pada IBS dengan konstipasi. Di sisi lain pada pasien dengan IBS tipe diare konsumsi serat dikurangi. Pada IBS tipe konstipasi peningkatan konsumsi serat juga disertai konsumsi air yang meningkat disertai aktivitas olahraga rutin.
Beberapa makanan atau minuman tertentu juga dapat mencetuskan terjadinya IBS pada beberapa psien oleh karena itu harus dihindarkan. Beberapa makanan dan minuman yang sering mencetuskan IBS antara lain gandum, susu, kafein, bawang, coklat atau beberapa sayuran. Jika keluhan menghilang setelah menghindari makanan dan minuman yang dicurigai sebagai pencetus bisa dicoba untuk dikonsumsi lagi setelah 3 bulan dengan jumlahnya yang diberikan secara bertahap.
Pada IBS diare sering dideferensial diagnosis dengan defisiensi laktase. Kelainan lain yang juga harus difikirkan adalah kanker kolorektal, divertikulitis, inflammatory bowel disease (IBD), obstruksi mekanik pada usus halus atau kolon, iskemia dan malabsorpsi serta endometriosis pada pasien yang mengalami nyeri saat menstruasi.
Ada beberapa tanda alarm yang harus diperhatikan sehingga diagnosis lebih menjurus ke arah suatu penyakit organik dari pada IBS yaitu antara lain onset umur lebih besar dari 55 tahun, riwayat keluhan pertama kali kurang dari 6 bulan, perjalanan penyakitnya progresif atau sangat berat, gejala-gejala timbul pada malam hari, perdarahan per anus, anoreksia, berat badan turun, riwayat keluarga menderita kanker, pada pemeriksaan fisik ditemukan kelainan misal adanya distensi abdomen, anemia atau demam. Apabila tanda-tanda alarm ini ditemukan selain gejala-gejala IBS maka penyebab organik harus dipikirkan terlebih dahulu sehingga pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang lain harus segera dilakukan.
TataLaksana
Penatalaksanaan pasien dengan IBS meliputi modifikasi diet, intervensi psikologi dan farmakoterapi. Ketiga bentuk pengobatan ini harus berjalan bersamaan. Dalam memberikan obat-obatan harus selalu diingat bahwa obat-obatan mempunyai efek samping dan yang juga akan memperburuk kondisi psikis pasien.
Diet. Modifikasi diet terutama untuk peningkatan konsumsi serat ditujukan pada IBS dengan konstipasi. Di sisi lain pada pasien dengan IBS tipe diare konsumsi serat dikurangi. Pada IBS tipe konstipasi peningkatan konsumsi serat juga disertai konsumsi air yang meningkat disertai aktivitas olahraga rutin.
Beberapa makanan atau minuman tertentu juga dapat mencetuskan terjadinya IBS pada beberapa psien oleh karena itu harus dihindarkan. Beberapa makanan dan minuman yang sering mencetuskan IBS antara lain gandum, susu, kafein, bawang, coklat atau beberapa sayuran. Jika keluhan menghilang setelah menghindari makanan dan minuman yang dicurigai sebagai pencetus bisa dicoba untuk dikonsumsi lagi setelah 3 bulan dengan jumlahnya yang diberikan secara bertahap.