GGK (Gagal Ginjal Kronis)
Gejala klinis pada kelainan ginjal berupa bengkak hampir diseluruh tubuh yang sering disebut edema. Terjadinya edema dikarenakan oleh retensi garam dan air yang disebabkan oleh berkurangnya nephron pada ginjal yang berfungsi sebagai tempat filtrasi. Selain edema jika terjadi kerusakan ginjal lebih lanjut maka akan menimbulkan gejala klinis yang lebih berat seperti proteinuria, hipertensi, hipoalbuminemia, anemia dan masih banyak lainnya jika sudah terjadi komplikasi.
Beberapa penyakit ginjal yang efeknya edema adalah : glomerulonefritis, sindrom nefrotik, dan gagal ginjal. Sindrom nefrotik dan gagal ginjal merupakan komplikasi dari glumerulonefritis.
Definisi
Epidemiologi
Etiologi
Tabel Penyebab Utama Penyakit Ginjal Kronik di Amerika Serikat tahun 1995-1999
Penyebab Insiden
DiabetesMellitus 44%
- Tipe 1 7%
- Tipe 2 37%
Hipertensi dan penyakit pembuluh darah besar 27%
Glomerulonefritis 10%
Nefritis Interstisialis 4%
Kista dan Penyakit bawaan lain 3%
Penyakit sistemik mis: lupus dan Vaskulitis 2%
Neoplasma 2%
Tidak diketahui 4%
Lain-lain 4%
Tabel. Penyebab Gagal Ginjal yang Menjalani Hemodialisis di Indonesia
tahun 2000
Penyebab Insiden
Glomerulonefritis 46,39%
Diabetes Mellitus 18,65%
Obstruksi dan Infeksi 12,85%
Hipertensi 8,46%
Sebab lain 13,65%
Patofisiologi
Pada stadium paling dini penyakit gagal ginjal kronik, terjadi kehilangan daya cadang ginjal, pada keadaan dimana basal LFG masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan (asimptomatik), tetapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang, dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG di bawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata, seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah, dan sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi saluiran kemih, infeksi saluran napas, maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit, antara lain Na dan K. Pada LFG di bawah 15%, akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (Renal Replacement Therapy) antara lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal.
Klasifikasi
Pertama, persamaan dari penelitian modifikasi diet pada penyakit ginjal yaitu:
LFG(ml/mnt/1.73m2) = 1,86 x ( P cr)-1,154 x (umur)-0,023
Keterangan : pada wanita x 0,742, pada orang Afica di American x 1,21
Kedua, persamaan dari Kockcroft-Gault sebagai berikut :
Creatinin Clearance Test (ml/mnt) =
(140-umur) x BB
—————————————
72 x Kreatinin plasma (mg/dl)
Pada LFG < 15 ml/mnt/1,73 m2, terapi pengganti ginjal merupakan indikasi apabila terjadi uremia. Pada derajat 3 dan 4 (LFG kurang dari 60 ml/menit/ 1,73 m2) , komplikasi dari penyakit ginjal kronik menjadi lebih progresif. Seluruh sistem organ terganggu tetapi implikasi yang paling sering adalah anemia dan kehilangan energi , penurunan nafsu makan dan gangguan status nutrisi, kelainan metabolisme kalsium dan fosfor yang disertai penyakit tulan metabolik, dan kelainan natrium, air, kalium, dan keseimbangan asam basa. Ketika LFG turun menjadi kurang dari 15 ml/ menit/ 1,73 m2, pasien biasanya mengalami gangguan yang berat padat aktivitas kehidupan hari-harinya, pada kesehatannya status nutrisi, homeostasis air dan elektrolik, sampai pada akhirnya mengalami derajat uremia dimana tanpa terapi pengganti ginjal tidak bisa bertahan.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi:
1. Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya
2. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid
Kondisi komorbid antara lain gangguan keseimbangan cairan, hipertensi yang tidak terkontrol, infeksi traktus urinarius, obstruksi traktus urinarius, obat-obat nefrotoksik, bahan radiokontras, atau peningkatan aktivitas penyakit dasarnya.
3. Memperlambat progesivitas penyakit ginjal kronik
Tujuannya adalah untuk mempertahankan kadar LFG dan mencegah penurunan LFG lebih lanjut. Faktor utama penyebab perburukan fungsi ginjal adalah terjadinya hiperfiltrasi glomerulus.
• Pembatasan asupan protein
Tujuan utama pembatasan asupan protein, selain untuk memperbaiki komplikasi uremia, adalah untuk memperlambat kerusakan nefron. Pembatasan asupan protein mulai dilakukan pada LFG ≤ 60 ml/menit, sedangkan diatas nilai tersebut pembatasan asupan protein tidak selalu dianjurkan. Protein diberikan 0.6-0.8/kgbb/hari, yang 0.30-0.50 gr diantaranya merupakan protein nilai biologi tinggi. Jumlah kalori yang diberikan sebesar 30-35 kkal/kgbb/hari. Dibutuhkan pemantauan yang teratur terhadap status nutrisi pasien. Bila terjadi malnutrisi, jumlah asupan kalori dan protein dapat ditingkatkan. Berbeda dengan lemak dan karbohidrat, kelebihan protein tidak disimpan dalm tubuh tetapi dipecah menjadi urea dan substansi nitrogen lain, yang terutama diekskresikan melalui ginjal. Selain itu, makanan tinggi protein yang mengandung ion hidrogen, fosfat, sulfat, dan ion anorganik lain juga diekskresikan melalui ginjal. Oleh karena itu, pemberian diet tinggi protein pada pasien penyakit ginjal kronik akan mengakibatkan penimbunan substansi nitrogen dan ion anorganik lain, dan megakibatkan gangguan klinis dan metabolik yang disebut uremia. Denagn demikian pembatasan asupan protein akan mengakibatkan berkurangnya sindrom uremik maslah penting lain adalah asupan protein berlebih ( protein overload) akan mengakibatkan perubahan hemodinamik ginjal berupa peningkatan aliran darah dan tekanan intraglomerulus (intraglomerulus hiperfiltation), yang akan meningkatkan progresivitass pemburukan fungsi ginjal. Pembatasan asupan protein juga beerkaitan dengan pembatasan asupan fosfat, karena protein dan fosfat selalu berasal dari sumber yang sama. Pembatasan fosafat perlu untuk mencegah terjadinya hiperfosfatemia.
• Mengurangi hipertensi intraglomerular dan proteinuria
Terapi farmakologis yang dipakai untuk mengurasi hipertensi glomerulus ialah dengan pengggunaan antihipertensi, yang bertujuan untuk memperlambat progresivitas dari kerusakan ginjal, dengan memperbaiki hipertensi dan hipertrofi intraglomerular. Selain itu terapi ini juga berfungsi untuk mengontrol proteinuria. Tekanan darah yang meningkat akan meningkatkan proteinuria yang disebabkan transmisi ke glomerulus pada tekanan sistemik meningkat. Saat ini diketahui secara luas, bahwa proteinuria, berkaitan dengan proses perburukan fungsi ginjal, dengan kata lain derajat proteinuriaberkaitan dengan proses perburukan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik. Beberapa obat antihipertensi, terutama penghambat enzim konverting angotensin (ACE inhibitor) dan angiotensin reseptor bloker melalui berbagai syudi terbukti dapat memperlambat proses perburukan fungsi ginjal, hal ini terjadi lewat mekanisme kerjanya sebagai antihipertensi dan antiproteinuria. Jika terjadi kontraindikasi atau terjadi efek samping terhadap obat-obat tersebut dapat diberikan calcium chanel bloker, seperti verapamil dan diltiazem.
Hal ini dilakukan karena 40-45% kematian pada penyakit ginjal kronik disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler. Hal hal yang termasuk ke dalam pencegahan dan terapi penyakit kardiovaskuler adalah pengendalian diabetes, pengendalian hipertensi, pengendalian dislipidemi, pengendalian anemia, pengendalian hiperfosfatemia dan terapi terhadap kelebihan cairan dan gangguan keseimbangan elektrolit. Semua ini terkait dengan pencegahan dan terapi terhadap komplikasi penyakit ginjal kronik secara keseluruhan. Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi.
Penyakit ginjal kronik mengakibatkan berbagai komplikasi yang manifestasinya sesuai dengan derajat penurunan fungsi ginjal yang terjadi.